Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu
Ia
memiliki nama lengkap ‘Abdullah bin Mas’ud bin Ghafil Abu ‘Abdirrahman
Al Hadzali Al Maki Al Muhajiri. ‘Abdullah merupakan salah satu penghimpun Al
Quran di masa rasulullah dan membacakan dihadapanya. Ia pernah berkata, “Aku
telah mengafal dari mulut Rasulullah tujuh puluh surat.”
Abdullah
menjadi ulama yang paling tahu tentang Al Quran. Tak heran bila rasulullah
memujinya dan menganjurkan para sahabat dan orang setelahnya untuk mempelajari
kandungan Al Quran dari Abdullah bin Mas’ud.
Pada
suatu hari, seorang anak gembala yang hampir baligh menghalau domba-domba
gembalaannya di jalan jalan kedil perbukitan kota Makkah, jauh dan keramaian.
Dia mengembalakan domba-domba kepunyaan seorang bangsawan Quraisy, Uqbah bin
Muaith.
Orang
memanggil nama anak itu Ibnu Ummi Abd” Sesungguhnya namanya yang asli
“ABDULLAH” dan nama bapaknya “MASUD”. Nama lengkapnya “ABDUL LAH BIN MASAD”
Anak
gembala itu pernah juga mendengar berita berita mengenai Nabi yang baru diutus,
serta dawah yang dilancarkannya. Tetapi gembala kecil ini tidak mem
pedulikannya. Mungkin karena usianya yang masih kecil, dan karena jauhnya dan
masyarakat Makkah, tempat dimulainya dawah tersebut.
Anak
gembala ini rajin rnenggembalakan domba-domba majikannya. Pagi-pagi sekali dia
sudah berangkat bersama domba ke tempat gembala, dan pulang setelah hri senja.
Hari
itu, anak tersebut melihat di kejauhan dua orang laki-laki menuju ke arahnya.
Keduanya. kelihatan sangat letih dan kehausan. Bibir dan kerongkongan mereka
tampak kering.
Ketika
keduanya telah sampai ke dekat anak gembala tersebut, mereka memberi salam dan
berkata, “Hai, Bocah! Berilah kami susu dombamu sekedar untuk menghilangkan
haus.”
“Maaf, Pak! Saya tidak dapat memberi Bapak karena domba-domba ini bukan kepunyaan saya. Saya hanya sebagai gembala”. jawabnya.
“Maaf, Pak! Saya tidak dapat memberi Bapak karena domba-domba ini bukan kepunyaan saya. Saya hanya sebagai gembala”. jawabnya.
Kedua
laki-laki tersebut tidak membantah jawaban anak gernbala itu. Bahkan di wajah
keduanya jelas kelihatan mereka menyukai jawabannya. Seorang di antara keduanya
berkata, “Bawalah kemari seekor domba betina yang belum kawin!”
Anak
itu mengambil seekor anak domba, lalu dibawanya ke dekat mereka. Orang itu
mernegang domba tersebut dan meraba-raba susunya dengan membaca “Basmallah “.
Si anak gembala bingung, dan berkata kepada dirinya sendiri, “Mana mungkin anak
domba dapat diperas air susunya!”
Tetapi
sebentar kemudian susu anak domba itu membengkak, dan setelah itu air susunya
memancar berlimpah-limpah. Laki-laki yang seorang lagi mengambil sebuah batu
cekung lalu diisinya dengan susu dan diminurnnya berdua dengan kawannya.
Kemudian anak itu diberinya pula dan mereka ketiganya minum bersama-sama. Anak
itu hampir tidak percaya kepada apa yang dilihatnya dan dialaminya. “Ajaib
sungguh” kata anak gembala.
Setelah
mereka minum sepuas-puasnya, orang yang penuh berkat itu berkata, “Berhenti!”
Sebentar kemudian air susu domba berhenti mengalir, dan teteknya kempes kembali seperti semula. Si anak gernbala berkata kepada orang yang penuh berkat, “Ajar kanlah kepada saya bacaan yang Tuan baca tadi.”
“Engkau anak pintar!” jawab orang luar biasa yang penuh berkat itu.
Sebentar kemudian air susu domba berhenti mengalir, dan teteknya kempes kembali seperti semula. Si anak gernbala berkata kepada orang yang penuh berkat, “Ajar kanlah kepada saya bacaan yang Tuan baca tadi.”
“Engkau anak pintar!” jawab orang luar biasa yang penuh berkat itu.
Kisah
di atas adalah permulaan kisah “Abdullah bin Masud dalam Islam.
Orang
yang penuh berkat itu tidak lain melainkan Rasulullah saw. Sedangkan kawannya
ialah Abu Bakar Shiddiq Radhiyallahu Anhu. Mereka pergi ke perbukitan Makkah
pada hari itu, menghindari kemungkinan-kemungkinan yang tidak rnereka ingini
karena tindakan Kaum Quraisy yang keterlaluan dan sok kuasa
Sejak peristiwa itu, Abdullah bin Masud (si anak gembala) jatuh cinta kepada Rasulullah dan sahabatnya. Dia merasa terikat kepada keduanya. Sebaliknya Rasulullah kagum kepada anak itu. Walaupun dia seorang anak gembala, sehari-harian terjauh dari masyarakat ramai, tetapi dia cerdas, jujur, bertanggung-jawab, bersungguh-sungquh dan teliti.
Sejak peristiwa itu, Abdullah bin Masud (si anak gembala) jatuh cinta kepada Rasulullah dan sahabatnya. Dia merasa terikat kepada keduanya. Sebaliknya Rasulullah kagum kepada anak itu. Walaupun dia seorang anak gembala, sehari-harian terjauh dari masyarakat ramai, tetapi dia cerdas, jujur, bertanggung-jawab, bersungguh-sungquh dan teliti.
Tidak
berapa lama setelahnya, Abdullah bin Masud masuk Islam. Dia mendatangi
Rasulullah dan memohon kepada beliau agar diterima menjadi pelayan beliau.
Rasulullah menerimanya.
Sejak hari itu Abdullah bin Masud tinggal di rumah Rasulullah. Dia beralih pekerjaan dari gembala domba menjadi pelayan Utusan Allah dan Pemimpin Ummat.
Sejak hari itu Abdullah bin Masud tinggal di rumah Rasulullah. Dia beralih pekerjaan dari gembala domba menjadi pelayan Utusan Allah dan Pemimpin Ummat.
Abdullah
bin Masud senantiasa mendampingi Rasulullah bagaikan sebuah bayang-bayang
dengan bendanya. Dia selalu menyertai beliau kemana pergi, di dalam rumah
maupun di luar rumah. Dia membangunkan Rasulullah untuk shalat bila beliau
tertidur, menyediakan air untuk beliau mandi, mengambilkan terompah apabila
beliau hendak pergi, dan membenahinya apabila beliau pulang. Dia membawakan
tongkat dan sikat gigi. Menutupkan pintu kamar apabila beliau masuk kamar
hendak tidur.
Bahkan
Rasulullah mengizinkan Abduliah memasuki kamar beliau jika perlu. Beliau
mempercayakan kepadanya hal-hal yang rahasia, tanpa kuatir rahasia tersebut
akan terbuka. Karenanya, Abdullah bin Masud dijuluki orang dengan Shahibus
Sirri Rasulullal, (pemegang rahasia Rasulullah).
Abdullah
bin Masud dibesarkan dan dididik dengan sempurna dalam rumah tangga Rasulullah.
Karena itu tidak heran kalau dia menjadi seorang yang sempurna terpelajar,
berakhlak tinggi, sesuai dengan karakter dan sifat-sifat yang dicontohkan
Rasululiah kepadanya. Pendidikan Rasulullah kepadanya, diterapkan Abdullah
dalam dirinya dengan disiplin kuat dalam segala situasi dan kondisi.
Sampai-sarnpai orang mengatakan, “karakter dan akhlak Abdullah bin Masud paling
mirip dengan akhlak Rasul ullah “.
Di samping itu, dia belajar di Madrasah Rasulullah. Karena itu memang pantas dia menjadi sahabat yang sangat baik membaca Qurán, sanqat paham maknanya, dan sangat alim tentang syariat Islam.
Sebuah berita kami sajikan untuk membuktikan hal itu.
Di samping itu, dia belajar di Madrasah Rasulullah. Karena itu memang pantas dia menjadi sahabat yang sangat baik membaca Qurán, sanqat paham maknanya, dan sangat alim tentang syariat Islam.
Sebuah berita kami sajikan untuk membuktikan hal itu.
Ketika
Khalifah Umar bin Khaththab berada di Ara fah, tiba-tiba seorang laki-laki
datang menghadap beliau seraya berkata, “Ya, Amirul Muminin! Saya datang dari
Kufah sengaja untuk menghadap Anda. Di sana ada seorang yang mahir Al Quran
seutuhnya di luar kepala. Bagaimana pendapat Anda tentang orang itu?”
Umar marah mendengar pertanyaan itu. Belum pernah dia semarah itu, sehingga dia menarik nafas panjang panjang.
“Siapa dia?” tanya Umar.
Abdullah bin Masud,”jawab orang itu.
Kemarahan Umar mendadak padam. Seketika itu juga mukanya kembali cerah.
Kata Umar, “Demi Allah! Setahu saya tidak ada lagi orang yang lebih alim daripadanya dalam urusan itu. Akan saya ceritakan kepada Anda satu kisah mengenai nya. Pada suatu malam Rasulullah bercincang-bincang di rumah Abu Bakar membicarakan urusan kaum muslimin. Saya turut dalam pembicaraan tersebut. Selesai berbincang-bincang, Rasulullah pergi. Saya dan Abu Ba kar pergi pula mengikuti beliau. Tiba-tiba kami melihat seseorang — mula-mula tidak kami kenali — sedang shalat di masjid. Rasulullah berdiri mendengarkan bacaan orang itu. Kemudian beliau berpaling dan berkata kepada kami, “Siapa yang ingin membaca Quran dengari baik seperti diturunkan Allah, bacalah seperti bacaan Ibnu Ummi Abd (Abdullah bin Masud).”
Kemudian Abdullah duduk dan mendoa. Rasullullah rnengaminkan doanya.
Umar marah mendengar pertanyaan itu. Belum pernah dia semarah itu, sehingga dia menarik nafas panjang panjang.
“Siapa dia?” tanya Umar.
Abdullah bin Masud,”jawab orang itu.
Kemarahan Umar mendadak padam. Seketika itu juga mukanya kembali cerah.
Kata Umar, “Demi Allah! Setahu saya tidak ada lagi orang yang lebih alim daripadanya dalam urusan itu. Akan saya ceritakan kepada Anda satu kisah mengenai nya. Pada suatu malam Rasulullah bercincang-bincang di rumah Abu Bakar membicarakan urusan kaum muslimin. Saya turut dalam pembicaraan tersebut. Selesai berbincang-bincang, Rasulullah pergi. Saya dan Abu Ba kar pergi pula mengikuti beliau. Tiba-tiba kami melihat seseorang — mula-mula tidak kami kenali — sedang shalat di masjid. Rasulullah berdiri mendengarkan bacaan orang itu. Kemudian beliau berpaling dan berkata kepada kami, “Siapa yang ingin membaca Quran dengari baik seperti diturunkan Allah, bacalah seperti bacaan Ibnu Ummi Abd (Abdullah bin Masud).”
Kemudian Abdullah duduk dan mendoa. Rasullullah rnengaminkan doanya.
“Saya
berkata dalam hati,” kata Umar selanjutnya, “Demi Allah! Besok pagi saya akan
mendatangi Abdullah bin Masud memberi kabar gembira kepadanya bahwa Rasulullah
mengaminkan doanya. Ketika saya mendatanginya besok pagi, kiranya Abu Bakar
telah lebih dahulu menyampaikan kabar gembira itu kepada Abdullah. Abu Bakar
memang selalu lebih cepat daripada saya dalam soal kebaikan.”
Abdullah
bin Masud pernah berkata tentang pengetahuannya mengenai Kitabuflah (Al Quran)
sebagai berikut:
“Demi Allah yang tiada Tuhan selain Dia! Tiada satu ayat pun dalam Al Quran, melainkan aku tahu di mana diturunkan dan dalam situasi bagaimana. Seandainya ada orang yang lebih tahu daripada saya, niscaya saya datang belajar kepadanya.”
“Demi Allah yang tiada Tuhan selain Dia! Tiada satu ayat pun dalam Al Quran, melainkan aku tahu di mana diturunkan dan dalam situasi bagaimana. Seandainya ada orang yang lebih tahu daripada saya, niscaya saya datang belajar kepadanya.”
Abdullah
bin Masud tidak berlebihan dengan ucapannya itu. Cerita Umar bin Khaththab di
bawah ini memperkuat ucapan Abdullah tersebut.
Pada suatu malam ketika Khalifah Umar bin Khathab sedang dalam suatu perjalanan, beliau bertemu dengan sebuah kafilah. Malam sangat gelap bagaikan beratap kemah, menutup pandangan setiap pengendara. Abdullah bin Masud berada dalarn kafilah tersebut.
Pada suatu malam ketika Khalifah Umar bin Khathab sedang dalam suatu perjalanan, beliau bertemu dengan sebuah kafilah. Malam sangat gelap bagaikan beratap kemah, menutup pandangan setiap pengendara. Abdullah bin Masud berada dalarn kafilah tersebut.
Khalifah
Umar memerintahkan seorang ajudan supaya menanya kafilah.
“Hai, kafilah! Dari mana kalian?” teriaknya bertanya.
“Hai, kafilah! Dari mana kalian?” teriaknya bertanya.
“Min
fajjil amiq” (dari lembah nan dalam), jawab Abdullah.
“Hendak
ke mana kalian?”
“Ke
Baitul Atiq” (ke rumah tua =Baitullah), jawab Abdullah.
Kata
Umar, Di antara mereka pasti ada orang yang sangat alim.
`
Kemudian diperintahkannya pula menanyakan, “Ayat Quran manakah yang paling
agung?”
Jawab
Abdullah,
“(Allah,
tiada Tuban selain Dia; Yang Maha Hidup Kekal, lagi terus menerus mengurus
(rnakhluk-Nya): tidak mengantuk dan tidak pula tidur…). Al-Baqarah: 255).
Tanyakan
pula kepada mereka, ayat Quran manakah yang lebih kuat hukumnya?” kata Umar
memerintah.
Jawab Abdullah,
.
(Sesungguhnya Allah memerintah kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi . kepada kaurn kerabat, dan Allah melarang kamu dari perbualtn keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran)” (An Nahl; 16:9)
“Tanyakan kepada mereka, ayat Quran ma yang paling mencakup?” perintah Umar.
Jawab Abdullah,
Jawab Abdullah,
.
(Sesungguhnya Allah memerintah kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi . kepada kaurn kerabat, dan Allah melarang kamu dari perbualtn keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran)” (An Nahl; 16:9)
“Tanyakan kepada mereka, ayat Quran ma yang paling mencakup?” perintah Umar.
Jawab Abdullah,
(“Barangsiapa
mengerjakan kebaikan walaupun seberat dzarrah, niscaya dia akan melihat
balasannya. Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan walaupun seberat dzarrah,
niscaya dia akan melihat balasannya pula). (Al Zalzalah; 99:8).
“Tanyakan, ayat Al Qurañ manakah yang memberi kabar takut?” perintah Umar.
Jawab Abdullah,
“Tanyakan, ayat Al Qurañ manakah yang memberi kabar takut?” perintah Umar.
Jawab Abdullah,
(Pahala
dari Allah bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong. dan tidak pula menurut
angan-angan Ahli Kitab. Barangsiapa mengerjakan kejahatan niscaya akan diberi
pembalasan dengan kejahaltn itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak pula
penolong baginya selain Allah).” (An Nisa; 4:123)
“Tanyakan pula, ayat Quran manakah yang memberikan harapan?” perintah Umar.
“Tanyakan pula, ayat Quran manakah yang memberikan harapan?” perintah Umar.
(Katalahl
Hai hamba-hambaku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah
kamu berputus asa dari rahmat Allah; sesungguhnya Allah mengampuni semua dosa.
Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang).” (Az Zumar;
39:53), jawab Abdullah.
Kata Umar, “Tanyakan! Adakah dalam kafilah kalian Abdullah bin Masud?”
Jawab mereka, “Ya, ada!!”
Kata Umar, “Tanyakan! Adakah dalam kafilah kalian Abdullah bin Masud?”
Jawab mereka, “Ya, ada!!”
Abdullah
bin Masud bukan hanya sekedar Qari (ahli baca) terbaik, atau seorang yang
sangat alim, atau seorang abid yang sangat zuhud, tetapi dia juga seorang
pemberani, kuat dan teliti. Bahkan dia seorang pejuang (mujahid) terkemuka. Dia
tercatat sebagai muslim pertama yang mengumandangkan Al Quran dengan suara
merdu dan lantang.
Pada suatu han para sahabat Rasulullah berkumpul di Makkah: Kata mereka, Demi Allah! Kaum Quraisy belum pernah mendengar ayat-ayat Quran kita baca di hadapan mereka dengan suara keras. Siapa kira-kira yang dapat membacakannya kepada mereka?”
Pada suatu han para sahabat Rasulullah berkumpul di Makkah: Kata mereka, Demi Allah! Kaum Quraisy belum pernah mendengar ayat-ayat Quran kita baca di hadapan mereka dengan suara keras. Siapa kira-kira yang dapat membacakannya kepada mereka?”
Jawab
Abdullah,”Saya sanggup membacakannya di hadapan mereka dengan suara keras.”
Kata mereka, “Tidak Jangan karnu! Kami kuatir kalau kamu yang membacakannya. Hendaknya seorang yang mempunyai famili, yang dapat mernbela dan melindunginya dari penganiayaan kaum Quraisy
“Biarlah saya saja Allah pasti melindungi saya!” jawab Abdullah tak gentar.
Kata mereka, “Tidak Jangan karnu! Kami kuatir kalau kamu yang membacakannya. Hendaknya seorang yang mempunyai famili, yang dapat mernbela dan melindunginya dari penganiayaan kaum Quraisy
“Biarlah saya saja Allah pasti melindungi saya!” jawab Abdullah tak gentar.
Besok
pagi kira-kira waktu dhuha, ketika kaum Quraisy sedang duduk-duduk sekitar
Kabah, Abdullah bin Masud berdiri di Maqarn Ibrahim, la1u dengan suara lantang
dan merdu dibacanya Al Qur an:
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Tuhan yang Maha Pernurah
Yang mengajarkan Al Quran..
Yang nienciptakan manusia
Yang mengajarkannya pandai berbicara ) (Ar Rah man: 1 — 4).
Bacaan Abdullah yang merdu dan lantang itu kedengaran oleh kaum Quraisy di sekitar Kabah. Mereka terkesima merenungkannya. Kemudian mereka bertanya sesamanya, “Apakah yang dibaca Ibnu Ummi Abd (Abdullah bin Masud)?”
“Sialan dia! Dia membaca ayat-ayat yang dibawa Si Muhammad!” kata mereka setelah sadar.
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Tuhan yang Maha Pernurah
Yang mengajarkan Al Quran..
Yang nienciptakan manusia
Yang mengajarkannya pandai berbicara ) (Ar Rah man: 1 — 4).
Bacaan Abdullah yang merdu dan lantang itu kedengaran oleh kaum Quraisy di sekitar Kabah. Mereka terkesima merenungkannya. Kemudian mereka bertanya sesamanya, “Apakah yang dibaca Ibnu Ummi Abd (Abdullah bin Masud)?”
“Sialan dia! Dia membaca ayat-ayat yang dibawa Si Muhammad!” kata mereka setelah sadar.
Lalu
mereka berdiri serentak dan memukuli Abdullah. Tetapi Abdullah terus saja
membaca sampai habis. Kemudian Abdullah pulang menemui para sahabat dengan muka
babak beIur dan berdarah.
“Inilah yang kami kuatirkan terhadapmu!” kata para sahabat kepada Abdullah.
“Inilah yang kami kuatirkan terhadapmu!” kata para sahabat kepada Abdullah.
Jawab
Abdullah “Demi Allah! Bahkan sekarang musuh-musuh Allah itu tarnbah kecil di
mata saya. Jika Anda menghendaki: besok pagi akan saya baca pula di hadapan
mereka.
“Jangan! sudah cukup dahulu! Bukankah engkau sudah memperdengarkan kepada mereka ayat-ayat yang sangat mereka benci?” jawab mereka.
“Jangan! sudah cukup dahulu! Bukankah engkau sudah memperdengarkan kepada mereka ayat-ayat yang sangat mereka benci?” jawab mereka.
Abdullah
bin Masud hidup sampai zaman Khalifah Utsman bin Affan memerintah. Ketika
Abdulah hampir meninggal, Khalifah Utsman datang menjenguknya.
“Sakit
yang engkau rasakan, hai Abdullah?” tanya Khalifah
“Dosa-dosaku,”
jawab Abdullah.
“Apa
yang engkau inginkan?” tanya Utsman.
“Rahmat
tuhanku,” jawab Abdullah. “Tidalkkah engkau ingin supaya kusuruh orang
membawakan gaji-gajimu yang tidak pernah engkau ambil selama beberapa tahun?”
tanya Utsman.
“Saya
tidak membutuhkannya,” jawab Abdullah.
“Bukankah
engkau mempunyai anak-anak yang harus hidup layak sepeninggal engkau?” kata
Utsman.
“Saya
tidak kuatir anak-anak saya akan hidup miskin. Saya menyuruh mereka membaca surat
Al Waqi ah setiap malam. Karana saya mendengar Rasulullah bersabda, “sesiapa
membaca surat Al Waqiah setiap malam, dia tidak akan ditimpa kemiskinan
selama-lamanya.”
Pada
suatu malam, Abdullah bin Masud pergi menemui Tuhannya dengan tenang. Lidahnya
basah dengan dzikruilah, membaca ayat-ayat suci Al Quran. Dia telah berpulang
ke rahmatullah.
Radhiyallahu anhu.
Radhiyallahu anhu.
Aamiin!
Bisri Mustafa
No comments:
Post a Comment